Press "Enter" to skip to content

Tuntutan Kualitas Pendidikan VS Pembelajaran dimasa Pandemi “Solusi dibutuhkan secepatnya”

Dilema mungkin saat ini dirasakan oleh pemerintah, kementerian pendidikan, pakar dan pengamat pendidikan karena ada 2 fokus perhatian yang saling bertentangan, yakni kualitas pendidikan dimata internasional dengan usaha perbaikan yang terkendala pandemi yang berkepanjangan. Kualitas pendidikan dimata internasional dapat dilihat dari beberapa studi assassmen antara lain yang menjadi fokus perhatian kementerian pendidikan dan kebudayaan saat ini adalah PISA (Programme for International Students Assessment). Mengapa kementerian menaruh perhatian pada PISA, hal ini dikarenakan adanya keinginan untuk memahami kompetensi kemampuan siswa Indonesia dibandingkan dengan standar secara internasional dan pada negara-negara lain yang menghadapi tantangan yang sama. Kemudian akan dimanfaatkan untuk mengetahui aspek-aspek yang berkaitan dengan prestasi siswa agar dapat secara efektif meningkatkannya.

Hasil PISA Indonesia pada 6 tahun terakhir sejak 2003, 2006, 2009, 2012, 2015, 2018 masih bernaung pada rentang hasil yang sama, baik pada Reading, Mathematics, ataupun Science. Masih pada kisaran peringkat 10 dari bawah, untuk penilaian yang dilakukan pada 79 negara di tahun 2018. PISA ini sendiri merupakan program dari OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) sebuah organisasi kerjasama dan pembangunan ekonomi yang berkantor di paris. PISA dilakukan dengan rentang 3 tahun sekali, dengan penilaian yang di arahkan kepada siswa berumur 15 tahun, karena pada usia ini anak dianggap memiliki kematangan dalam berfikir dan siap terutama dalam aspek pengetahuan dan keterampilan.

Hasil PISA di tahun 2018 yang di umumkan di akhir tahun 2019, justru mengalami penurunan dibanding tahun 2015. PISA 2018 dilakukan pada 600.000 siswa pada 79 Negara, hasilnya pada literasi bahasa Indonesia Indonesia mengalami hasil yang menurun dari tahun 2015 dengan point 397 menjadi 371. Pada literasi matematika dari 386 menjadi 379, pada literasi sains dari 403 menjadi 396.

Oleh karena itu, menteri pendidikan dan kebudayaan, Nadiem Makarim membuat kebijakan dalam rangka untuk memperbaiki nilai PISA (Kualitas Pendidikan Indonesia) antara lain : 1) Kepala sekolah akan dipilih dari Guru yang berprestasi, 2) mencetak guru yang berkompetensi baik, 3) mengganti Ujian Nasional menjadi AKM( Assassmen kompetensi Minimum), 4) Penyederhanaan kurikulum, 5) Platform Teknologi dalam pendidikan.

Seiring waktu berjalan, kebijakan ini terbentur dengan datangnya pandemi di awal tahun 2020, dan resmi di umumkan bulan maret 2020 di Indonesia. Hingga saat ini pandemi banyak memiliki dampak terhadap berbagai bidang. Di bidang pendidikan pandemi mengakibatkan banyak sekolah yang di tutup, bahkan saat ini hampir semua sekolah ditutup dan melakukan pembelajaran secara jarak jauh atau sering disebut daring. Ternyata kebijakan pembelajaran jarak jauh ini mendatangkan permasalahan baru di dunia pendidikan, antara lain : 1) Dari sisi guru, guru kesulitan melakukan pembelajaran jarak jauh. Baik dari sarana maupun kompetensi. Guru memiliki kesulitan komunikasi dengan orang tua siswa sebagai mitra guru di rumah. 2) Dari sisi Orang Tua, tidak semua orang tua mampu mendampingi siswa belajar dirumah, orang tua juga mengalami kesulitan saat tidak memahami pelajaran dan motivasi anak sebagai siswa. 3) Dari sisi Siswa, siswa mengalami kesulitan konsentrasi dalam belajar saat di rumah dan mengeluh saat tugas pembelajaran yang diberikan guru terlalu banyak, kebutuhan sosial anak terganggu karena isolasi yang berkepanjangan sehingga akan rentan dengan rasa stress dan jenuh.

Ditengah upaya perbaikan kualitas pendidikan yang sedang di jalankan, permasalahan tentang kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) karena pandemi muncul. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan kita. Bagaimana kita mampu bangkit dari keadaan ini, dengan mengimplementasikan kebijakan untuk memperbaiki hasil PISA dalam kondisi pandemi. Kementerian pendidikan pendidikan baru – baru ini menetapkan dua kebijakan baru dalam rangka mengantisipasi dampak negatif dari PJJ yakni dengan cara 1) Perluasan pembelajaran tatap muka untuk zona kuning namun tetap dengan protocol kesehatan. 2) Kurikulum darurat (kurikulum dalam kondisi khusus) dimana sekolah di berikan fleksibilitas untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.

Kebijakan baru ini sebetulnya dapat dimanfaatkan dengan baik oleh sekolah, guru dan orang tua untuk bekerjasama menciptakan pendidikan yang lebih baik. Karena PISA merupakan penilaian yang instrument – instrumennya memiliki karakteristik yang berbasis konteks. Sehingga pihak – pihak terkait dapat memanfaatkan kondisi PJJ dengan menerapkan karakteristik pembelajaran PISA yang berbasis konteks dan pengetahuan yang bersifat aplikatif bagi siswa. Kebijakan baru tentang kurikulum darurat dapat pula dimanfaatkan oleh sekolah untuk merancang dan mengkondisikan pola belajar siswa dirumah dengan pola belajar yang diarahkan langsung kepada karakteristik PISA, dengan pembelajaran berbasis project kepada siswa. Dengan pola ini diharapkan siswa dapat menyenanginya karena mereka belajar tidak kaku menggunakan teks book, tetapi lebih kepada hal yang kontekstual, dengan hasil akhir sebuah project pengetahuan yang mereka bentuk sendiri.

Tinggalah  bagaimana cara seorang guru meramu pembelajaran dengan baik sesuai dengan ilustrasi diatas. Oleh sebab itu peran guru sangatlah penting dalam membangun pengetahuan siswa melalui rancangan pembelajaran yang dapat mengadopsi konsep pembelajaran baik itu Jarak Jauh maupun pembelajaran tatap muka. Guru juga jangan berhenti untuk selalu meningkatkan kompetensi dirinya agar dapat mewujudkan cita – cita pendidikan bangsa ini.

(Artikel pertamakali di publish di harian tribunsumsel tanggal 16 September 2020)

 

 

Dosen FKIP Universitas Tamansiswa Palembang

Anggota Indonesia Mathematics Society, Asosiasi Dosen Indonesia,

Anggota Himpunan Peneliti Indonesia
dan Peneliti Pendidikan Matematika